Jabatan dalam Islam. Dipilih atau Meloby?


Allah Swt berfirman dalam al-Qur'an Surah Ali Imran ayat 26 yang Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai Allah, Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. Ali Imran 26).Pergeseran dalil-dalil keabsahan menjadi pemimpin yang disebut illat hukum perlu dicermati secara hukum syariat, apakah mereka yang minta dipilih menjadi pemimpin atau penjabat tertentu pada suatu instansi terkategori perbuatan tercela?

Para ulama memberi penjelasan terkait hal tersebut:

Pendapat pertama adalah bahwa minta dipilih dan mengajukan diri adalah terlarang karena ada sebab memuji diri dan mengklaim diri yang juga disebut almuzakki anfusahum dan sistem pemilihan yang keluar dari sistem Islam yaitu demokrasi modern yang dilahirkan oleh sistem sekuler hal ini lazim dipraktekkan pada pemilihan pejabat eksekutif (Presiden, Gubernur, Bupati/walikota, Kepala Desa dsb) dan legislatif (Anggota DPR/DPD);

Pendapat Kedua adalah boleh dipilih dan memilih berdasar pada substansi akhir yang diperjuangkan, bila dalam kepemimpinan itu ingin dicapai keadilan, pelaksanaan syariat dan tercapainya Islam Kaffah maka, sarana mencapai itu melalui dipilih dan memilih, status hukum mengikuti hukum sasaran dan tujuan mulia itu.

Zaman sekarang ini sistem dipilih dan memilih, mengenalkan diri dan mendaftar itu adalah satu hal darurat yang tak terelakkan, oleh karena itu perlu dicermati konsekunsinya secara syariat.

SABDA NABI SAW TENTANG MEMINTA JAWABAN
Seorang sahabat pernah meminta jabatan kepada Nabi Saw, tapi ditolak karena ketidak layakannya itu, umumnya orang yang meminta jabatan itu merupakan orang tidak mampu, dan pada umumnya yang terkategori orang mampu pada urusan tertentu, itu takut meminta jabatan tertentu karena ia tahu liku-liku dan tanggung jawabnya pada urusan itu.

Dari Abdurrahman bin Samurah mengatakan, Nabi Saw berkata kepadaku: “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan dengan tanpa meminta, maka kamu akan ditolong, dan jika kamu diberinya karena meminta, maka kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu bersumpah, lantas kamu lihat ada suatu yang lebih baik, maka bayarlah kafarat sumpahmu dan lakukanlah yang lebih baik.”[Bukhari].

Dari Abu Dzar dia berkata, saya berkata, “Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)?” Abu Dzar berkata, “Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya bersabda: “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar.” (Muslim).

Nabi Saw bersabda: kalian umumnya dengan antausias pada kepemimpinan padahal itu bisa menjadi penyesalan di akhirat.(HR. Bukhari)

KEPEMIMPINAN DALAM ISLAM
Pada dasarnya dalam kepemimpinan Islam, pemimpin merupakan orang terbaik diantara kalangan tersebut, ia haruslah mempunyai keluasan ilmu, kebijaksanaan, diterima oleh semua kalangan baik mayoritas maupun minoritas serta memimpin atas rasa keadilan dan kemanusian.

Dalam Islam, kepemimpinan (imamah) memiliki tempat khusus karena berkorelasi dengan kesejahteraan umat. Ibnu Manzhur menyebutkan Al-Imam ialah setiap orang yang diikuti oleh suatu kaum, baik mereka yang berada di jalan yang lurus maupun sesat atau dalam bentuk jamaknya diartikan sebagai orang yang meluruskan dan memperbaiki segala sesuatu, maka dalam hal ini, Al-Quran adalah imam bagi kaum muslimin, Muhammad sebagai imamnya para imam, dan khalifah sebagai imam raktyatnya.

Dewasa ini, kepemimpinan juga berkaitan erat dengan keberhasilan dalam menentukan arah kebijakan sebuah bangsa. Banyaknya sistem pemerintahan di negara-negara di dunia, memiliki sudut pandang kelebihan dan kekurangan masing-masing. Personal seorang pemimpin juga dihasilkan dari sistem pemilihan (suksesi) yang ia lalui. Berkaca dari sistem yang ada, sebagai seorang muslim, kita patut mengetahui berbagai cara pemilihan imamah terdahulu.

Beberapa mekanisme cara memilih pemimpin telah dipraktekkan pada masa Khulafaurrasyidin: (1) Abu Bakar Shiddiq diangkat berdasarkan Musyawarah antara tokoh Muhajirin dan Anshar (Ahlul Halli Wal Aqdi). (2) Umar bin Khattab terpilih berdasarkan wasiat Abu bakar setelah bermusyawarah dengan sahabat yang lain. (3) Usman bin Affan diangkat berdasarkan pembentukan Majelis syura oleh Umar bin Khattab dan (4) Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai khalifah berdasarkan hasil Musyawarah umat islam.

KONSTESTASI PEMILU
Dalam konteks kontestasi pemilu yang bertujuan untuk pengisian jabatan-jabatan politik seperti eksekutif dan lembaga legislatif. Syariat menghendaki agar kita menjauhi sikap almuzakki anfusahum (minta dipilih, mengajukan diri, memuji diri dan mengklaim diri).

Seiring dengan berubahnya sifat dan karakter manusia serta sudut pandang dalam melihat sesuatu juga berdampak terhadap pola-pola pemilihan pemimpin di era sekarang, tidak terkecuali di Indonesia yang mentasbihkan demokrasi sebagai cara dalam memilih pemimpin meski pada hal-hal tertentu pengambilan keputusan masih mengagungkan nilai-nilai musyawarah.

Imam Muhammaf Asy-Syairaziy berkata Pemilihan itu sangat penting dan urgen dalam hukum Islam, dalam segala tingkatan, pemimpin negara, parlemen dan daerah daerah, pemilihan ini harus bersih, bebas dan valid tidak palsu (curang). hal tersebut merupakan sarana menyeleksi para pemimpin yang memenuhi syarat.

Pendapat ini seperti seperti dikemukakan para syekh yang juga penulis Islam kontemporer Rasyid Ridha, Abu A’la Al-Maududi, Yusuf Qardhawi, Salman Audah dan lainnya. Bahkan, para ulama tersebut mewajibkan memilih dan tidak abstain karena yang dipilh itu penentu kebijakan keseharian muslim, penentu kebijakan ibadah, muamalah, keluarga dan tatanan hukum dan sangsi berbagai kekhilafan atau pelanggaran hukum dan kejahatan di dalam kehidupan masyarakat.

PEREKRUTAN PEJABAT STRUKTURAL/FUNGSIONAL
Sementara dalam konteks pemilihan atau penentuan para pejabat secara struktural dan fungsional di lembaga-lembaga pemerintah, badan, komisi, swasta maupun lembaga independen telah berkait dengan prosedural yang mengharuskan seseorang untuk mengajukan diri dan memenuhi persyaratan pendaftaran, bila tidak terpenuhi syarat pendaftaran maka tidak mungkin seseorang yang mampu itu bisa tampil mengungguli yang tidak mampu.

Dalam hal ini, pihak yang diberikan kewenangan atau bertanggung jawab untuk memilih wajib bersikap objektif serta memegang teguh amanah, sumpah jabatan, peraturan perundang-undangan dan membuktikan integritas mereka tidak hanya secara lahiriah tetapi secara batiniah. Penjabat yang dipilih mestilah berdasarkan kapasitas intelektual, berintegritas, memiliki rekam jejak moral yang baik serta mumpuni di bidangnya hal tersebut tercermin dari latar belakang pendidikan, pengetahuan, pengalaman serta visinya yang terukur dan terarah berkenaan dengan jabatan yang daftarkannya.

Jika ada upaya-upaya meminta untuk dipilih atau diberikan jabatan dengan cara cara yang tidak diatur secara formal seperti meloby atau pendekatan khusus yang tidak lazim, menyogok, deal-deal haram, kongkalikong atau membuat kesepakatan jahat untuk meluluskan atau tidak meluluskan seseorang tentu itu merupakan tindakan tidak bermoral, mencederai nilai-nilai integritas, sifat seorang munafik dan telah menzalimi orang lain yang secara ikhlas mendaftarkan diri dan berikhtiar sesuai ketentuan dan prinsip-prinsip kejujuran dalam Islam. Perekrutan harus dilakukan secara fair dan bertanggung jawab.

Kekhawatiran ini semakin beralasan karena fenomena yang ada saat ini, Amanah tidak lagi dianggap sebagai ikhtiar pengabdian dengan pijakan idealisme, tetapi jabatan ditransaksikan secara pragmatis dengan orientasi materialisme.

Wallahu’alam bish-shawaab.


Penulis adalah Peminat Keislaman dan Demokrasi tinggal di Lhoksukon Aceh Utara.

Kantor Hukum Asa Law Firm Lhokseumawe






Tafsir al-Qur'an Ibnu Katsir lengkap 30 juz

al-Qur’ān al-Adzīm atau yang disebut Tafsir Ibnu Katsir menjadi salah salah kitab yang banyak dijadikan rujukan dalam tafsir al-Qur'an Sebab tafsir ini memiliki keistimewaan dibandingkan kitab tafsir lainnya. Imam asy-Suyuti bahkan pernah memuji bahwa Tafsir Ibnu Katsir tidak ada duanya. Belum ada kitab tafsir yang sistematika dan karakteristiknya mampu menyamainya.

Ibnu Katsir yang dilahirkan pada 701 H merupakan pakar terkemuka dalam bidang ilmu tafsir, ilmu hadis, sejarah, dan fikih. Beliau berguru pada Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama terkemuka dalam Mazhab Syafi’i. Oleh sebab itu keilmuannya tidak diragukan lagi. 

Pokok-Pokok Qanun Lembaga Keuangan Syari'ah


Mahlil Zakaria, S.H.*

Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-pokok Syari'at Islam, secara tegas telah mewajibkan bahwa lernbaga keuangan yang beroperasi di Aceh wajib dilaksanakan berdasarkan Prinsip Syariah. Oleh Karena itu, kehadiran LKS hari ini di Aceh adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dan semua pihak terkait wajib mendukungnya.

Keutamaan Bulan Sya’ban

Bulan Sya’ban merupakan salah satu bulan yang dimuliakan dan diagungkan dalam Islam, lantaran di dalamnya penuh kebaikan serta keutamaan. Dalam penanggalan tahun Hijriah, Bulan Syaban merupakan bulan kedelelapan. Letaknya berada antara Rajab dan Ramadhan.

Padahal Rasulullah SAW mengatakan bahwa Syaban adalah bulan istimewa, di mana amal perbuatan manusia dilaporkan kepada Allah SWT. Dengan begitu, seharusnya kaum muslim berlomba-lomba dalam memperbanyak amal baik sebelum diserahkan kepada-Nya.

Bulan Syaban adalah bulan yang tepat untuk membiasakan diri menunaikan amalan-amalan saleh “Rajab adalah bulan menanam, Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman dan Ramadan adalah bulan memanen hasil tanaman tersebut.”

Berikut beberapa keutamaan Bulan Sya’ban:

1. Rasulullah Saw Banyak Mengerjakan Puasa Sunah

Keutamaan bulan Syaban adalah bagi Rasulullah Muhammad SAW, ini bulan paling banyak bagi beliau mengerjakan puasa sunah (kecuali pada bulan Ramadan). Rasulullah Saw melaksanakan puasa sunah hampir selama satu bulan penuh pada bulan Syaban. Keutamaan bulan Syaban ini dikisahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Salamah. Aisyah RA menceritakan kepadanya:

Rasulullah SAW tidak pernah melaksanakan shaum (puasa) lebih banyak dalam sebulan selain Syaban. Beliau [hampir] melaksanakan shaum pada Sya'ban seluruhnya,” (H.R. Bukhari)

2. Amalan di Bawa Naik kepada Allah SWT

keutamaan bulan Syaban adalah segala amalan baik dan buruk di bawa naik kepada Allah SWT. Bulan Syaban berada di antara bulan Rajab dan Ramadan, inilah mengapa Rasulullah SWT banyak mengamalkan ibadah puasa sunah di bulan Syaban.

Keutamaan bulan Syaban ini dikisahkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid. Rasulullah SAW bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya; ia bulan yang berada di antara Rajab dan Ramadan, yaitu bulan yang berisikan berbagai amal, perbuatan diangkat kepada Rab semesta alam. Aku senang amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa,” (HR. Nasa'i).

3. Perintah Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW

Keutamaan bulan Syaban adalah memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Allah SWT menurunkan ayat perintah bershalawat dalam Surat al-Ahzab ayat 56 pada bulan Syaban. “Sungguh Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab ayat 56)

4. Bulan Terakhir Qadha Puasa Ramadan

Aisyah RA melakukan qada puasa pada bulan Syaban. Keutamaan bulan Syaban ini dikisahkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Salamah bin Abdurrahman. Aisyah RA berkata: “Sesungguhnya aku berkewajiban melakukan puasa Ramadhan dan aku tidak mampu melakukannya hingga datang Sya’ban,” (HR. Abu Daud).

Seorang muslim yang tidak membayar hutang puasanya hingga datang Ramadan berikutnya tanpa uzur syar’i, maka akan mendapatkan dosa besar. Dalam kitab Al-Majmu Syarah Al Muhadzdzab oleh Imam Nawawi diungkap: “Jika ia (seorang muslim) mengakhirkan puasa qada sampai datang Ramadan berikutnya tanpa uzur, ia telah berdosa, dan ia harus berpuasa Ramadan yang datang."

5. Dikabulkan Segala Permohonan

Keutamaan bulan Syaban adalah ada pada malam Nisfu Syaban. Di mana Allah SWT akan memudahkan semua urusan umatnya bila mereka memperbanyak doa. Keutamaan bulan Syaban ini dikisahkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. “Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berfirman, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah berfirman tentang hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah)

6. Pengampunan Dosa

Keutamaan bulan Syaban adalah malam penuh dengan ampunan dosa. Malam nifsu syaban dianggap sebagai malam pengampunan, pembebasan, dan penuh berkah. Pada malam Nisfu Syaban, umat muslim dianjurkan memperbanyak amalan sunah, untuk mendapatkan rahmat dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Keutamaan bulan Syaban ini dikisahkan dalam hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah: “Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan,” (HR. Ibnu Majah dan Ath-Thabrani) 

7. Pahala yang Berlimpah

Keutamaan bulan Syaban adalah Allah SWT berjanji akan memberikan pahala yang berlimpah. Allah SWT menjanjikan ampunan yang seluas-luasnya dan pahala yang sebanyak-banyaknya bagi umat muslim yang mengerjakan amalan baik.

Adanya Keutamaan bulan Syaban ini dikisahkan dalam hadist riwayat Aisyah r.a. Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata: “Rasulullah SAW bangun pada malam dan melakukan shalat serta memperlama sujud, sehingga aku menyangka beliau telah diambil. Karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Ketika beliau mengangkat kepalanya dari sujud dan selesai dari shalatnya, beliau berkata, “Wahai Aisyah, apakah kamu menyangka bahwa Rasulullah tidak memberikan hakmu kepadamu?” Aku menjawab, “Tidak ya Rasulallah, namun Aku menyangka bahwa Anda telah dipanggil Allah karena sujud Anda lama sekali.” Rasulullah SAW bersabda, “Tahukah kamu malam apa ini?” Aku menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Ini adalah malam nisfu sya’ban (pertengahan bulan sya’ban). Dan Allah muncul kepada hamba-hamba-Nya di malam nisfu sya’ban dan mengampuni orang yang minta ampun, mengasihi orang yang minta dikasihi, namun menunda orang yang hasud sebagaimana perilaku mereka,” (HR Al-Baihaqi).