Hijrah dan Power of Niat


Bismillaahirrahmaanirraahiim.

HIJRAH DAN POWER OF NIAT
oleh: Mahlil Zakaria

Hijrah pertama menuju Habasyah. Penindasan yang terjadi, pada mulanya yakni pada pertengahan atau akhir tahun ke-4 dari kenabian adalah tidak seberapa, namun kemudian dari hari demi hari bahkan bulan demi bulan berubah menjadi lebih sadis dan mengkhawatirkan, terutama pada pertengahan tahun ke-5 sehingga tiada tempat lagi bagi mereka di Mekkah dan memaksa mereka untuk memikirkan siasat lolos dari siksaan-siksaan tersebut. Dalam kondisi yang seperti inilah, turun surat az-Zumar yang mengisyaratkan perlunya berhijrah dan mengumumkan bahwa bumi Allah tidaklah sempit, dalam firmanNya: "…orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas". (az-Zumar: 10).

Rasulullah telah mengetahui bahwa ash-himah an-Najasyi, raja Habasyah adalah seorang yang adil, tidak seorangpun yang berada disisinya terzhalimi; oleh karena itu, beliau memerintahkan kaum Muslimin agar berhijrah ke sana guna menyelamatkan agama mereka dari fitnah.

Hijrah Kedua ke Habasyah. Kaum Quraisy merasa gerah dengan berita yang mereka dapatkan bahwa an-Najasyi adalah seorang raja yang memperlakukan tamunya dengan baik. Disamping itu, Rasulullah juga telah memberikan isyarat bolehnya para shahabat berhijrah kembali ke negeri Habasyah. Perjalanan hijrah kali ini dirasakan amat sulit dari perjalanan sebelumnya mengingat kaum Quraisy sudah mengantisipasinya dan bertekad untuk menggagalkannya. Akan tetapi, Allah memudahkan perjalanan kaum muslimin sehingga mereka bergerak lebih cepat dan menuju kepada suaka an-Najasyi, raja Habasyah sebelum kaum Quraisy menciumnya.

Kaum Quraisy  mengutus dua orang pilihan yang dikenal sebagai orang telah yang teruji lagi cerdik, yaitu 'Amru bin al-'Ash dan 'Abdulullah bin Abi Rabi'ah (sebelum keduanya masuk Islam). Keduanya membawa titipan hadiah yang menggiurkan dari pemuka Quraisy untuk an-Najasyi dan para uskupnya agar mengusir kaum muslimin. Kemudian an-Najasyi berkata kepada para pejabat istana: "Kembalikan hadiah-hadiah tersebut kepada keduanya, karena aku tidak memerlukannya. Demi Allah! Dia Ta'ala tidak pernah mengambil sogokan dariku tatkala kerajaan ini Dia kembalikan kepadaku, sehingga dengan itu, aku patut mengambilnya pula, dan Dia juga tidak membuat manusia patuh kepadaku sehingga aku harus patuh pula kepada mereka karena itu".

Hijrah ke Madinah. Atas dasar perjanjian keamanan di dalam Baiat Aqabah II Rasulullah mengizinkan kaum muslimin untuk hijrah ke Madinah. Orang yang pertama kali berangkat ke madinah adalah Abu Salamah bersama istrinya. Selanjutnya di ikuti oleh lainnya secara berangsur angsur. Rasulullah hijrah tidak bersama rombongan yang berangkat lebih dahulu. Beliau hijrah setelah menerima wahyu dari Allah surah An-nisa Ayat 75 tentang keharusan berperang di jalan Allah dan membela kaum lemah serta anak anak.

Setelah menerima wahyu tersebut, Nabi bersiap hijrah namun pada saat keberangkatan Kaum kafir Quraisy mengepung rumahnya dengan maksud membunuhnya. Rasulullah dan Abu Bakar sempat bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari. Setelah aman, Nabi dan Abu Bakar menuju Madinah. Setibanya di Madinah, Nabi dan Abu Bakar di sambut dengan rasa rindu dan gembira oleh penduduk Madinah (kaum anshar).

Makna kata "Hijrah". Secara bahasa: meninggalkan, sedangkan menurut syariat adalah meninggalkan negeri kafir menuju negeri Islam dengan maksud bisa melakukan ajaran agamanya dengan tenang.

Power of Niat. Hijrah secara sederhana dapat dipahami sebagai ikhtiar menghindari kemudharatan menuju kemaslahatan. Kemudharatan dimaksud adalah hal-hal buruk yang telah melekat sebelumnya baik berupa perilaku, pola pikir dan potensi negatif lainnya. Jika ditelisik manusia hakikatnya memiliki sugesty dan naluri untuk hijrah setidaknya dalam jangka pendek atau kondisi tertentu misalnya taubat dari dosa besar atau ekpektasi saat pergantian tahun baru hijrah.

Hijrah membutuhkan pengorbanan dan keistiqamahan. Niat merupakan pondasi awal dalam berhijrah dijalan Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:

عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Terjemah: Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan" (HR. Bukhari: 1)

Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad  dan Imam Syafi’i berkata: Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan  niat merupakan salah satu bagian dari ketiga unsur tersebut. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata," Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata," Hadits ini merupakan sepertiga Islam.

Sebab dituturkannya hadits  ini, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan  tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama “Ummu Qais” bukan untuk   meraih pahala berhijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir  Ummi Qais”.

Kandungan Hadist:

1.   Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan menghasilkankan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).

2.   Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.

3.   Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.

4.   Seorang  mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.

5.   Semua perbuatan yang bermanfaat dan  mubah (boleh) jika diiringi niat karena  mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.

6.   Yang  membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.

7.   Hadits di atas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman  karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.

 

Rujukan:
- Kitab Ar-Rahiqul Makhtum (Sirah Nabawiyah) karya Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury;
- Hadits Arba’in Nawawiyah (Terj. Abdullah Haidhir) Karya Imam an-Nawawi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar