HAK
DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
Mahlil Zakaria*
Perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menempuh kehidupan rumah tangga. Juga berkaitan dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah SWT. Dengan demikian terdapat dimensi ibadah dalam nilai perkawinan. Untuk itu, perkawinan harus dipelihara dengan baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan yakni terwujudnya keluarga sejahtera, sakinah mawaddah wa rahmah dapat terealisasikan.
Sebagai konsekuensi logis dari adanya satu perkawinan, maka lahirlah hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Pemenuhan hak oleh suami dan istri setara dan sebanding dengan beban kewajiban yang harus dipenuhi. Dengan demikian sejatinya masing-masing pihak tidak ada yang lebih dan yang kurang dalam kadar pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban.
Dalam perkembangan sosiologi keagamaan, permasalahan terkait hak dan kewajiban suami isteri menjadi penting karena keadaan sosial di lapangan dapat mempengaruhi perkembangan dan pertimbangan dalam ilmu fikih Islam. Hak dan kewajiban yang diemban oleh pasangan suami istri tidak bisa terlepas dari norma dan nilai sosial masyarakat. Terlebih lagi adanya norma agama yang lebih mengikat meskipun sanksinya tidak terlihat secara langsung.
Tuntutan ekonomi keluarga dan perkembangan kebutuhan di masyarakat menyebabkan perempuan dan laki-laki dibutuhkan dalam kegiatan di sektor publik. Adanya tuntutan tersebut tidak didukung oleh budaya masyarakat yang masih diselimuti budaya patriarkhi. Ketika dalam kondisi tertentu, perempuan menjadi tulang punggung keluarga maka sulit untuk mengubah peran laki-laki di dalam domestik rumah tangga seperti halnya peran perempuan. Perempuan yang bekerja guna membiyai kehidupan keluarganya masih pula dihadapkan dengan pekerjaan menumpuk di rumah.
Berdasarkan pada beberapa masalah yang telah diungkapkan di atas, maka muncul beberapa pertanyaan yang ingin dipecahkan dalam makalah ini. Pembahasannya meliputi pengertian hak dan kewajiban dalam konsep Islam, Prinsip Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam perspektif ilmu Fiqih serta Hak dan Kewajiban dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.
1. Hak dan Kewajiban dalam konsep Islam.
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
Terjemahan: “dan dirikanlah shalat, Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”.
Dengan demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan terhadap hak dan kewajiban dalam konsep Islam ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh dan adanya keseimbangan, yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Jadi dalam memenuhi dan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kewajiban yang harus dilaksanakan. Begitu juga dalam memenuhi kepentingan perseorangan tidak boleh merusak kepentingan orang banyak.
2. Prinsip Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam perspektif Fiqih.
Dalam masyarakat Muslim, fikih atau secara umum disebut hukum berperilaku memberikan arahan tentang tata cara bertingkah laku yang didasarkan oleh al-Qur’an dan al-Hadits. Fikih berbicara mengenai segala bentuk tingkah laku manusia, termasuk di dalamnya hak dan kewajiban suami istri dalam membina keluarganya. Menurut Dr. Ali Yusuf As-Subki, hak dan kewajiban suami istri dalam Islam dibedakan ke dalam tiga garis besar, yaitu: hak suami dan kewajiban istri, hak istri dan kewajiban suami dan hak antara keduanya.
Hak istri dan kewajiban suami meliputi pemeliharaan suami atas istri dan juga pengabdian yang harus dilakukan seorang istri kepada suami dalam hal bertindak dan bertingkahlaku. Seorang istri berdasarkan fikih klasik tidak diperkenankan keluar rumah tanpa seijin suami bahkan puasa sunnah pun tidak diperbolehkan tanpa seijin suami. Hak istri dan kewajiban suami meliputi mahar, nafkah, pendidikan dan pengajaran, kewajiban suami mencampuri istrinya, kesenangan yang bebas, serta tidak cemburu berlebihan. Hak yang berhubungan dengan keduanya (istri dan suami) meliputi baik dalam berhubungan, hubungan seksual suami istri, dan warisan.
a. Hak Suami dan Kewajiban Isteri. Seorang suami memiliki hak-hak yang merupakan kewajiban bagi isterinya, dalam hal ini yang akan dikemukakan adalah kewajiban isteri untuk taat kepada suami. Dasar dari kewajiban ini terkait dengan peran kepemimpinan dalam keluarga yang diberikan kepada suami berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. an-Nisa ayat 34:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Terjemahan:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Menurut
Wahbah al-Zuhaily hak kepemimpinan keluarga yang diberikan kepada suami ini
adalah karena seorang suami memiliki kecerdasan (rajahatul ‘aql), fisik
yang kuat, serta kewajiban memberikan mahar dan nafkah terhadap isterinya,
sehingga dalam implementasinya seorang suami adalah kepala rumah tangga dan
isteri adalah ibu rumah tangga.
Hak suami. Wajib ditaati oleh isterinya dalam hal bukan maksiat kepada Allah SWT, Hartanya wajib dijaga oleh isterinya, dijaga kehormatannya dan tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suami, Suami berhak atas isteri seutuhnya, kapan saja ingin menggauli isterinya, Dapat mengajak isteri bepergian jika suami menghendaki, Dimintai izin oleh isteri jika ingin berpuasa sunnah.
Kewajiban Isteri
- Taat
pada Suami. Ketaatan kepada suami adalah suatu kewajiban, hal ini tersebut
dalam firman Allah SWT pada bagian akhir QS. an-Nisa ayat 34.
- Tidak
durhaka pada Suami. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa mayoritas sesuatu yang
memasukkan wanita ke dalam neraka adalah kedurhakaannya kepada suami dan tidak
bersyukur kepada kebaikan suami.
- Memelihara
kehormatan dan harta Suami. Dalam hadist dijelaskan bahwa,
jika suami tidak berada di rumah, isteri menjaga diri dan harta benda suami.
Maksudnya adalah, isteri tidak berani membelanjakan sedikit dari hartanya
walaupun dalam kebaikan kecuali dengan izin suami.
- Berhias
untuk suami. Seorang Isteri bisa berhias untuk suaminya kapan saja, sejauh tidak
menyebabkan kewajibannya terlalaikan. Tetapai ada tiga waktu yang tepat untuk
berhias, yaitu ketika suami akan pergi, ketika suami pulang dan ketika
berangkat ke tempat tidur. Tiga waktu ini memberi kesan khusus bagi suami,
sehingga lebih berarti dibanding waktu lain.
- Menjadi
partner Suami. Allah SWT telah mewajibkan suami bertempat tinggal bersama isteri
secara syar’i di tempat yang layak bagi sesamanya dan sesuai dengan kondisi
ekonomi suami, dan isteri wajib menyertainya ditempat tinggal tersebut.
b. Hak Isteri dan Kewajiban Suami. Isteri memiliki hak-hak yang berkenaan dengan harta benda, yaitu mahar dan nafkah dan hak- hak yang tidak berkenaan dengan harta benda, yaitu interaksi yang baik dan adil. Nafkah merupakan hak seorang isteri, dan sebaliknya pemberian hak ini kewajiban suami terhadap isteri. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam QS. al-Baqarah ayat 233.
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ
وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ
Terjemahan: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya”.
Selain nafkah materil, seorang suami juga berkewajiban untuk memberikan nafkah batin terhadap istrinya dalam bentuk interaksi dengan isterinya dengan baik, sebagaimana dikemukakan firman Allah SWT dalam QS. an-Nisa’ ayat 19:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Terjemahan:“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Hak isteri. yang diatur dalam ilmu fiqih: Mendapatkan makanan yang tempat tinggal menurut cara yang baik, Mendapatkan kenikmatan, yaitu suami wajib menggauli isterinya, Menginap dirumanya semalam dalam setiap empat malam (suami yang berhalangan secara reluger), Mendapatkan izin untuk menjenguk saudaranya (mahram) yang sakit/meninggal dunia, jika tidak memberatkan suaminya, Berhak atas keadilan, jika suaminya beristeri lebih dari empat;
Kewajiban suami
- Nafkah. Dalam
kitab Fiqh al-Wadhih karangan Mahmud Yunus dijelaskan bahwa pengertian nafkah
tidak hanya memberikan uang, tapi suami harus menyediakan barang jadi.
Dijelaskan pula, apabila suami tidak sanggup melaksanakan hal tersebut, maka
wajib bagi suami menyediakan pembantu untuk menanganinya.
- Mahar.
Mahar bukan merupakan harga bagi wanita, tetapi itu adalah
ketentuan dan isyarat untuk memuliakan dan membahagiakan isteri, sebagaimana
firman Allah SWT dalam QS. an-Nisa ayat 4:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ
Terjemahan: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan”
- Mendidik/mengajari Isteri. Mengajari isteri merupakan kewajiban bagi seorang suami dalam hal mempelajari hukum-hukum agama seperti ilmu haidh (menstruasi), shalat dan ilmu lain yang wajib diketahui oleh isteri. Kepala keluarga juga wajib berusaha menjaga keluarganya dari siksa neraka, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. at-Tahrim ayat 6:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Terjemahan: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”
- Memimpin
dengan ketegasan dan keramahan. Imam Syafii pernah berkata: “apabila
menghormati secara berlebihan, niscaya hal itu akan menghinakanmu. Yaitu jangan
memberi mereka (isteri) penghormatan sepenuhnya, tanpa mencampur sedikitpun
ketegasan dalam kelembutanmu, atau kekerasan dalam kelunakanmu.
- Pergaulan
dengan baik. Suami hendaknya menggauli isteri dengan baik, seperti tercantum dalam
QS. an-Nisa ayat 19:
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Terjemahan: “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
c. Hak bersama Suami dan Isteri
Islam mewajibkan suami memperlakukan isteri dengan baik, dalam keadaan hubungan kurang harmonis sekalipun, Islam tidak hentinya menghembuskan angin segar kepada mereka, bahwa hubungan masih akan kokoh dan stabil selama masing-masing dapat menahan diri dan emosinya, selama mau mengintrospeksi diri dan mengakui kelemahan masing-masing.
Laki-laki dan perempuan sesungguhnya saling membutuhkan, bukan hanya akan hal-hal yang bersifat badani-naluri semata, tapi juga akan makna-makna yang lebih tinggi seperti kesejukan, ketenangan, kasih sayang dan ketentaraman hati. Satu sama lain saling menyerahkan seluruh jiwa, perasaan dan pikirannya, dan membuka segala rahasia.
Adapun hak bersama Suami dan Isteri merupakan juga kewajiban-kewajiban yang mengikat keduanya pada saat yang bersamaan, antara lain: Menjaga hubungan baik antara suami isteri, mendorong untuk menyucikan jiwa, membersihkan iklim keluarga dan menghindari perpecahan; Kehalalan melakukan hubungan suami isteri dan menikmati pasangan; Keharaman karena ikatan perbesanan. Maksudnya, sang isteri haram bagi ayah suami, kakek-kakeknya, anak-anak laki-lakinya, serta anak-anak laki-laki dari anak laki-laki dan perempuannya, begitupun sang suami; Tetapnya pewarisan antara keduanya (saling mewarisi); Tetapnya nasab dari anak suami yang sah.
3. Hak dan Kewajiban dalam Hukum Perkawinan Islam di Indonesia
Kesimpulan
*Mahasiswa
Pascasarjana IAIN Lhokseumawe, Prodi Hukum Keluarga Islam (2019)
Daftar Pustaka
Adhim,
M. Fauzil, Kado Pernikahan utuk Isteriku, Yogyakarta: Mitra Pustaka,
1998.
Al-Ghazali,
Menyingkap Hakikat Perkawinan, Bandung: Karima, 1997.
Anhari,
Mansykur, Ushul Fiqh, Surabaya: Diantama, 2008.
As-Subki,
Ali Yusuf, Fiqh Keluarga, Jakarta: Amzah, 2010.
Aziz,
Abdul dan Sayed Hawwas, Fiqh Munakahat, Jakarta: Amzah, 2004.
Departemen
Agama RI, Alquran dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2010.
Fa’iz,
Ahmad, Cita Keluarga Islam, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002.
Maududi,
A.A. Human Right in Islam, Aligharh: 1978.
Ridwan
Qari dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Bidang Urusan Agama Islam,
Banda Aceh: Bidang Urais Kanwil Depag Aceh, 2009.
Syaltut,
Mahmud, al-Islâm `Aqîdah wa Syarî`ah, Mesir: Dar al-Qalam, 1972.
Tim
ICC UIN Jakarta, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani,
Jakarta: The Asia Foundation, 2000.
Bastiar, “Pemenuhan hak dan kewajiban Suami Isteri mewujudkan rumah tangga sakinah”, Jurnal Ilmu Syariah, Januari-Juni 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar