Wakaf dalam Perspektif Hukum Positif

 

WAKAF DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

Oleh: Mahlil Zakaria

Kata “wakaf” atau “waqf” berasal dari bahasa Arab “waqafa”. Asal kata “waqafa” berarti, menahan berhenti, diam di tempat atau tetap berdiri“. Kata waqafa yaitu “waqfan” sama artinya dengan “habasa-yahbisu-tahbisan”. Kata “waqf” dalam bahasa Arab mengandung beberapa pengertian: menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan.

Iman Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat, wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa pun terhadap harta yang diwakafkan, seperti perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak.

Wakaf dalam al-Qur’an Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antaranya adalah dalam Surah al-Baqarah ayat 261, Allah SWT berfirman:

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui”.

Perwakafan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) diatur pada Buku III Pasal 215 s/d 229 yang juga masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang.

Wakaf diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam Undang-Undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut:

  1. Menciptakan tertib hukum dan administrasi guna melindungi harta benda wakaf.
  2. Wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya. Dalam hal benda bergerak berupa uang, dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah;
  3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf;
  4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional Nazhir;
  5. Pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan.

      A. KETENTUAN UMUM

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.

Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.

Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.

Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.

     B. DASAR-DASAR WAKAF

Umum Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah. Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.

Tujuan dan Fungsi Wakaf Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya dan berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Unsur Wakaf Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf yaitu Wakif; Nazhir; Harta Benda Wakaf; Ikrar Wakaf; peruntukan harta benda wakaf; dan jangka waktu wakaf.

     C. WAKIF

     Wakif meliputi: perseorangan; organisasi dan badan hukum. Maksudnya perseorangan warga negara Indonesia atau warga negara asing, organisasi Indonesia atau organisasi asing dan/atau badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.      

Wakif perseorangan persyaratan: dewasa; berakal sehat; tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan pemilik sah harta benda wakaf.

Wakif organisasi organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.

Wakif badan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan AD badan hukum yang bersangkutan.

     D. NAZHIR

Nazhir meliputi: perseorangan; organisasi; atau badan hukum. perseorangan warga negara Indonesia, organisasi Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.

Nazhir Perseorangan persyaratan: WNI, beragama Islam; dewasa; amanah; mampu secara jasmani dan rohani; dan

tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

Nazhir Organisasi persyaratan:

  1. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan
  2. organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

Nazhir Badan hukum persyaratan:

  1. pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan;
  2. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan perUU yang berlaku; dan
  3. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

Tugas Nazhir Nazhir mempunyai tugas:

  1. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
  2. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya;
  3. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
  4. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

Dalam melaksanakan tugasnya, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dan memperoleh pembinaan dari Menteri dan BWI

Nazhir terdaftar Nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia. Dalam rangka pendaftaran Nazhir, Menteri harus proaktif untuk mendaftar para Nazhir yang sudah ada dalam masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir diatur dengan Peraturan Pemerintah.  

     E. HARTA BENDA WAKAF

Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah.

Benda tidak bergerak meliputi:

  1. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perUU yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
  2. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah;
  3. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
  4. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perUU;
  5. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perUU

Benda bergerak adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi: uang; logam mulia; surat berharga; kendaraan; hak atas kekayaan intelektual; hak sewa; dan benda bergerak lain sesuai ketentuan syariah dan peraturan perUU yang berlaku antara lain mushaf, buku, dan kitab.

    F. IKRAR WAKAF

Pelaksanaan Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.

Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.

Penyerahan surat-surat atau dokumen kepemilikan atas harta benda wakaf oleh Wakif atau kuasanya kepada PPAIW dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan harta benda wakaf dan kebenaran adanya hak Wakif atas harta benda wakaf dimaksud.

Saksi ikrar persyaratan: dewasa; beragama Islam; berakal sehat; tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

Akta Ikrar Wakaf Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf. paling sedikit memuat:

  • nama dan identitas Wakif;
  • nama dan identitas Nazhir;
  • data dan keterangan harta benda wakaf;
  • peruntukan harta benda wakaf;
  • jangka waktu wakaf.

Ketentuan lebih lanjut diatur dengan PP.

     G. PERUNTUKAN BENDA WAKAF

  1. sarana dan kegiatan ibadah; 
  2. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
  3. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
  4. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
  5. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perUU.

Penetapan peruntukan harta benda wakaf dilakukan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf. Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, Nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.

     H. WAKAF DENGAN WASIAT

Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun tertulis hanya dapat dilakukan apabila disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi. Harta benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan persetujuan seluruh ahli waris.

Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah pewasiat yang bersangkutan meninggal dunia. Penerima wasiat bertindak sebagai kuasa wakif. dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam UU ini.

Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, atas permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat. pengadilan adalah pengadilan agama. Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan antara lain para ahli waris, saksi, dan pihak penerima peruntukan wakaf.

     I. WAKAF BENDA BERGERAK BERUPA UANG

Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri. Wakaf benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis. diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf. Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang. Ketentuan lebih lanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     J. PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF

Pendaftaran PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani. Dalam pendaftaran harta benda wakaf, PPAIW menyerahkan salinan akta ikrar wakaf dan surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.

Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.

Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.

bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait dengan tugas pokoknya. bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar (unregistered goods) adalah BWI. Bukti pendaftaran harta benda wakaf adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh instansi Pemerintah yang berwenang yang menyatakan harta benda wakaf telah terdaftar dan tercatat pada negara dengan status sebagai harta benda wakaf. Bukti pendaftaran harta benda wakaf disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.

Benda Wakaf ditukar/diubah peruntukannya Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan BWI atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf. Menteri dan BWI mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf. Menteri dan BWI mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar. Ketentuan lebih lanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

    K. PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF

Larangan terhadap benda Wakaf: dijadikan jaminan; disita; dihibahkan; dijual; diwariskan; ditukar; atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.

Ketentuan tersebut dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah. Pelaksanaan ketentuan tersebut hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan BWI. Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang- kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

     L. PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF

Prinsip syariah secara produktif Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariat, dilakukan secara produktif. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan, dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.

Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.

Larangan terhadap Nazhir Nazhir dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia. Izin hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.

Pemberhentian Nazhir Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan:

  1.  meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;
  2. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum;
  3. atas permintaan sendiri;
  4. tidak   melaksanakan   tugasnya   sebagai   Nazhir   dan/atau melanggar ketentuan   larangan   dalam   pengelolaan   dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  5. dijatuhi   hukuman   pidana   oleh   pengadilan   yang   telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Pemberhentian dan penggantian Nazhir dilaksanakan oleh BWI. Pengelolaan dan pengembangan harta   benda   wakaf   yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     M. BADAN WAKAF INDONESIA (BWI)

Kedudukan dan Tugas Dalam   rangka   memajukan   dan   mengembangkan   perwakafan nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia. BWI merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya. BWI berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/ atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan. Pembentukan perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah dilakukan setelah Badan Wakaf Indonesia berkonsultasi dengan pemerintah daerah setempat.

Tugas dan wewenang BWI:

  1. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf;
  2. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional; 
  3. memberikan   persetujuan   dan/atau   izin   atas   perubahanperuntukan dan status harta benda wakaf;
  4. memberhentikan dan mengganti Nazhir; 
  5. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
  6. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.

Dalam melaksanakan tugas BWI dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu. BWI memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.

Organisasi Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan. Badan Pelaksana merupakan unsur pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia. Dewan Pertimbangan merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia. masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota. Susunan keanggotaan masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan BWI ditetapkan oleh para anggota.

Anggota BWI Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.

Persyaratan Anggota BWI warga negara Indonesia; beragama Islam; dewasa; amanah; mampu secara jasmani dan rohani; tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah; dan mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional. ketentuan mengenai persyaratan lain ditetapkan oleh BWI.

Pengangkatan dan Pemberhentian Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota diatur dengan peraturan BWI. Keanggotaan BWI diangkat untuk masa jabatan selama 3 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan.

Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan BWI diusulkan kepada Presiden oleh Menteri. Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia. Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan BWI yang pelaksanaannya terbuka untuk umum. Keanggotaan BWI yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan diatur oleh BWI

Pembiayaan Dalam rangka pelaksanaan tugas BWI, Pemerintah wajib membantu biaya operasional.

Ketentuan Pelaksanaan Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja BWI diatur oleh BWI

Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas BWI dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan kepada Menteri. Laporan tersebut diumumkan kepada masyarakat.

     N. PENYELESAIAN SENGKETA 

     Penyelesaian sengketa ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. apabila penyelesaian sengketa tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan. mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syar’iyah.

     O. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 

     Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf. Khusus mengenai pembinaan mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia. Pembinaan dan pengawasan dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia. Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu. Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat menggunakan akuntan publik. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Menteri dan BWI diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     P. KETENTUAN PIDANA

  1. Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  2. Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  3. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun    dan/atau    pidana    denda    paling    banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

    Q. SANKSI ADMINISTRATIF

  1. Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
  2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  • peringatan tertulis;
  • penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah
  • penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW

  • 3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif diatur dengan PP

     R. KETENTUAN PERALIHAN 

     Dengan berlakunya Undang-Undang ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Undang-Undang ini. Wakaf wajib didaftarkan dan diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Sumber: Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

Wasiat dan Hibah dalam Kompilasi Hukum Islam


WASIAT DAN HIBAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM

oleh: Mahlil Zakaria

A.   WASIAT

Pengertian secara bahasa, syara’ dan KHI Wasiat berasal dari bahasa arab al-washsiyah dalam bentuk tunggal, sedangkan jama’nya adalah washsaya, secara bahasa antara lain berarti pesan, perintah, dan nasihat. Ulama’ mendefinisikan wasiat dengan penyerahan harta secara sukarela dari seseorang kepada pihak lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat, baik harta berbentuk materi maupun berbentuk manfaat.

Menurut Sayyid Sabiq wasiat (washiyah) itu diambil dari kata washsaitu asys-sysaia, ushsihi, artinya Aushsaltuhu (aku menyampaikan sesuatu). Orang yang berwasiat atau mushi adalah orang yang menyampaikan pesan di waktu dia hidup untuk dilaksanakan sesudah dia mati. Dalam Istilah syara’, wasiat itu adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat mati.

Menurut Pasal 171 huruf f KHI Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

 

Wasiat dalam al-Qur’an Dasar hukum wasiat disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 180-182 Allah SWT berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرًا ۖ ۨالْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ ۗ فَمَنْۢ بَدَّلَهٗ بَعْدَمَا سَمِعَهٗ فَاِنَّمَآ اِثْمُهٗ عَلَى الَّذِيْنَ يُبَدِّلُوْنَهٗ ۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ۗ  فَمَنْ خَافَ مِنْ مُّوْصٍ جَنَفًا اَوْ اِثْمًا فَاَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: Diwajibkan kepadamu,apabila seseorang di antara kamu didatangi (tanda-tanda) maut sedang dia meninggalkan kebaikan (harta yang banyak), berwasiat kepada kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang patut (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. Siapa yang mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, sesungguhnya dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Akan tetapi, siapa yang khawatir terhadap pewasiat (akan berlaku) tidak adil atau berbuat dosa, lalu dia mendamaikan mereka, dia tidak berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

 

Wasiat dalam Ketentuan KHI Dalam Kompilasi Hukum Islam Wasiat diatur pada Bab V dari pasal 194 s/d pasal 209

 

Pewasiat, Kepemilikan dan Tata Cara Wasiat (Ps. 194 s/d 196) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat dan Pemilikan terhadap harta benda baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.

 

Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris. Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui. Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris. Pernyataan persetujuan dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris. Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa- siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.

 

Batalnya Wasiat (Ps. 197) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:

  1.  dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada pewasiat
  2. dipersalahkan secara memfitrnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasia telah melakukan sesuatu kejahatanya ng diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;
  3. dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;
  4. dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan sura wasiat dan pewasiat.

Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:

  1.  tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;
  2. mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;
  3.  mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.

Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.

Wasiat hasil/pemanfaatan (Ps. 198) Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda harus diberikan jangka waktu tertentu.

 

Pencabutan Wasiat (Ps. 199) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali. Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua prang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan. Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris dan Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasartkan akte Notaris.

 

Wasiat Barang tak bergerak (Ps. 200) Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.


Wasiat melebihi 1/3 (Ps. 201) Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta warisnya.

 

Wasiat yang didahulukan (Ps. 202) Apabila wasiat ditujukan untuk berbagai kegiatan kebaikan sedangkan harta wasiat tidak mencukupi, maka ahli waris dapat menentukan kegiatan mana yang didahulukan pelaksanaannya.

 

   Penyimpanan Surat Wasiat tertutup dan dicabut (Ps. 203) Apabila surat wasiat dalam keadaan tertutup, maka penyimpanannya di tempat Notaris yang membuatnya atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada hubungannya. Bilamana suatu surat wasiat dicabut maka surat wasiat yang telah dicabut itu diserahkan kembali kepada pewasiat.

 

    Pembukaan Surat Wasiat (Ps. 204) Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat wasiat yang tertutup dan disimpan pada Notaris, dibuka olehnya di hadapan ahli waris, disaksikan dua orang saksi dan dengan membuat berita acara pembukaan surat wasiat itu. Jika surat wasiat yang tertutup disimpan bukan pada Notaris maka penyimpan harus menyerahkan kepada Notaris setempat atau Kantor Urusan Agama setempat dan selanjutnya Notaris atau KUA tersebut membuka sebagaimana ditentukan tersebut. Setelah semua isi serta maksud surat wasiat itu diketahui maka oleh Notaris atau Kantor Urusan Agama diserahkan kepada penerima wasiat guna penyelesaian selanjutnya.

 

Wasiat dalam peperangan atau dilaut (Ps. 205) Dalam waktu perang, para anggota tentara dan mereka yang termasuk dalam golongan tentara dan berada dalam daerah pertempuran atau yang berda di suatu tempat yang ada dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan seorang komandan atasannya dengan dihadiri oleh dua orang saksi sedangkan Mereka yang berada dalam perjalanan melalui laut dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan nakhoda atau mualim kapal, dan jika pejabat tersebut tidak ada, maka dibuat di hadapan seorang yang menggantinya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

 

Wasiat tidak boleh untuk Perawat, Rohaniawan, Notaris dan Saksi (Ps. 207-208) Wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia menderita sakit sehingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa. Wasiat tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-saksi pembuat akte tersebut.

 

    Wasiat anak dan Orang tua angkat (Ps. 209) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 s/d Pasal 193 KHI, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

 

 

 B. HIBAH

Pengertian secara bahasa, syara’ dan KHI Kata hibah berasal dari bahasa Arab dari kata (الهِبَةُ) yang berarti pemberian yang dilakukan seseorang saat dia masih hidup kepada orang lain tanpa imbalan (Cuma-Cuma), baik berupa harta atau bukan harta.

Imam an-Nawawi menjelaskan tentang hibah sebagai pemberian cuma-cuma (tabarru’) dengan menyatakan, “Imam as-Syâfi’i menyatakan, ‘Pemberian harta oleh manusia tanpa imbalan (tabarru’) kepada orang lain terbagi menjadi dua (yaitu) yang berhubungan dengan kematian yaitu wasiat dan yang dilaksanakan dalam masa hidupnya. Yang kedua ini terbagi menjadi dua jenis; salah satunya adalah murni pemberian (at-tamlîk al-mahdh) seperti hibah dan sedekah. Yang kedua adalah wakaf.

Menurut Pasal 171 huruf g KHI Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

 

Hibah dalam al-Qur’an salah satu dasar hukum dibolehkannya hibah disebutkan dalam surat an-Nisa’ ayat 4. Allah SWT berfirman:

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

 

Rukun Hibah menurut ulama Mayoritas Ulama memandang bahwa hibah memiliki empat rukun yaitu orang yang memberi (al-wâhib), orang yang diberi (al-mauhûb lahu), benda yang diberikan (al-mauhûb) dan tanda serah terima (shighat)

 

Hibah dalam Ketentuan KHI diatur pada Bab V dari pasal 210 s/d pasal 214

 

Penghibah dan hibah 1/3 (Ps. 210) Orang  yang telah berumur  sekurang-kurangnya 21 tahun  berakal  sehat  tanpa  adanya  paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki dan Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.

 

Hibah orang tua kepada anak (Ps. 211-212) Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya.

 

Hibah persetujuan Ahli waris (Ps. 213) Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.

Hibah WNI di luar negeri (Ps. 214) Warga  negara  Indonesia  yang berada  di negara  asing dapat  membuat  surat hibah  di hadapan Konsulat  atau Kedutaan  Republik Indonesia  setempat  sepanjang  isinya  tidak  bertentangan  dengan ketentuan pasal-pasal ini.

Sumber: INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1991 TENTANG PENYEBARLUASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) bukanlah suatu undang-undang yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) dan disahkan presiden, namun kedudukannya sebagai suatu kompilasi hukum harus dimaknai sebagai hukum positif Islam untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan dan dijadikan rujukan.