Advokat dan Bantuan Hukum

ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

Mahlil Zakaria S.H.*


1.    Sekilas tentang profesi Advokat

Di negara maju seperti Amerika, Inggris dan Jerman, dan pada umumnya di Barat dan Eropa, menjadi Advokat merupakan salah satu profesi yang sangat diidam-idamkan. Di Indonesia, dengan berlakunya UU Advokat, terjadi perubahan yang sangat signifikan dimana bukan hanya alumni Fakultas Hukum saja yang berhak menjadi Advokat tetapi juga alumni Fakutas Syariah.

Pengertian advokat. Advokat dalam bahasa Inggris disebut dengan advocate adalah person who does this professionally in a court of law, yakni seorang yang berprofesi sebagai seorang ahli hukum di Pengadilan. Kata advocate sendiri berakar pada kata advise yang bermakna nasihat, penasehat (adviser), penasehat hukum (legal adviser). Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa dalam bahasa Belanda, kata advocaat berarti procureur (dalam bahasa Indonesia adalah Pengacara). Dalam bahasa Perancis, avocat berarti barriester atau counsel, pleader dalam bahasa Inggris yang kesemuanya merujuk pada aktivitas di Pengadilan.

 

Pengertian pengacara adalah orang yang beracara di pengadilan tepatnya sebagai orang yang membela kepentingan pihak yang berperkara atas dasar demi hukum dengan mengikuti hukum acara di Pengadilan. pada kenyataannya, pembelaan kepentingan hukum seorang terdakwa ataupun yang berperkara didepan Pengadilan tidak hanya memberikan bantuan hukum sebagai wakil atau kuasa hukumnya namun juga memberikan nasihat dan konsultasi hukum. Maka wajar jika mereka disebut dengan advokat yaitu seorang ahli hukum yang mampu memberikan jasa hukum berupa nasihat hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa hukum, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan segala tindakan hukum untuk kepentingan orang yang meminta jasa hukum.

Sedangkan dalam UU Advokat pada pasal 1 disebutkan “Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Kata jasa hukum, “di dalam maupun di luar Pengadilan” memberikan pengertian wilayah pekerjaan yang lebih luas tentang pengacara/advokat.

Status advokat. Dalam pasal 5 ayat 1 UU Advokat disebutkan bahwa status advokat adalah sebagai penegak hukum bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Dalam penjelasan pasal 5 di atas tersebut: Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Sebagai penegak hukum berarti kedudukannya sejajar dengan penegak hukum lainnya, seperti Polisi, Jaksa dan Hakim. Hanya saja yang membedakan, jika penegak hukum lainnya adalah bertindak untuk pembelaan atau kepentingan umum (negara), maka peran khusus Advokat adalah terhadap kepentingan hukum seorang tersangka, terdakwa dan pihak-pihak pencari keadilan.

Peran yuridis advokat. Ada beberapa peran khusus Advokat yang membedakannya dengan peran khusus profesi lainnya, sebagai berikut:

  1. Legal advise (litigasi dan non litigasi), yaitu memberikan nasihat hukum dalam menjalankan pembelaan terhadap kliennya, sering ditemukan dalam lapangan hukum pidana (memberikan keseimbangan hukum);
  2. Legal service (litigasi dan non litigasi), yaitu pelayanan hukum/bantuan hukum secara litigasi (pemeriksaan dan persidangan) dan non lititigasi (seperti membuat legal opinion);
  3. Legal consultant (non litigasi), yaitu memberikan konsultasi hukum. Tidak semua permasalahan hukum disalurkan melalui mekanisme pengadilan;
  4. Legal opinion (litigasi dan non litigasi), yaitu membuat pendapat terhadap suatu peristiwa hukum bahkan atas hukum itu sendiri;
  5. Legal drafting (non litigasi), yaitu menyusun/membuat redaksi/ telaahan hukum terhadap kontrak-kontrak, perjanjian antar lembaga, perusahaan, antar badan hukum atau penawaran akan sesuatu.

Hak Advokat (UU Advokat)

  1. Bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang- undangan;
  2. Bebas  dalam  menjalankan  tugas  profesinya  untuk  membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan;
  3. Tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan;
  4. Berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  5. Berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik advokat.
  6. Berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan kepada kliennya. Besarnya honorarium atas jasa hukum ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.

Kewajiban Advokat (UU Advokat)

  1. Dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya;
  2. Tidak  dapat  diidentikkan  dengan  kliennya  dalam  membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat;
  3. Wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang;
  4. Dilarang  memegang  jabatan  lain  yang  bertentangan  dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya;
  5. Dilarang  memegang  jabatan  lain  yang  meminta  pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat  atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya;
  6. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut;
  7. Wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma  kepada pencari keadilan yang tidak mampu;
  8. Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma  untuk suatu waktu tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum;
  9. Advokat   yang  menjalankan  tugas  dalam  sidang  pengadilan  dalam menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  10. Advokat  wajib tunduk dan mematuhi kode etik  profesi advokat  dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan organisasi advokat.

Organisasi Advokat. Organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan UU advokat dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi advokat. Pasal 32 ayat  (4) UU Advokat mengamanatkan dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Undang-Undang ini, organisasi advokat telah terbentuk. Untuk melaksanakan ketentuan UU Advokat tersebut, dibentuklah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) pada tanggal 7 April 2005 di Balai Sudirman, Jakarta.  acara perkenalan Peradi dihadiri oleh tidak kurang dari 600 advokat  se-Indonesia dan juga  Ketua Mahkamah agung, Jaksa agung, dan Menteri Hukum dan HAM.

PERADI merupakan hasil bentukan Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) yang beranggotakan 8 (delapan) organisasi advokat yang telah ada sebelum UU Advokat, Yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ik  atan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara  Indonesia  (HAPI),  Serikat  Pengacara  Indonesia  (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM), Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).

 Advokat yang telah bersumpah atau berjanji di sidang terbuka Pengadilan Tinggi, sebelum maupun sesudah terbitnya UU Advokat, tetap dapat beracara di Pengadilan dengan tidak melihat latar belakang organisasinya.

2.  Konsepsi Bantuan Hukum

Bantuan hukum (legal aid) mempunyai beragam definisi menurut pakar hukum. Adnan Buyung Nasution mengatakan bahwa bantuan hukum pada hakikatnya adalah sebuah program yang tidak hanya merupakan aksi kultural akan tetapi juga aksi struktural yang diarahkan pada perubahan tatanan masyarakat yang tidak adil menuju tatanan masyarakat yang lebih mampu memberikan nafas yang nyaman bagi golongan mayoritas. oleh karena itu bantuan hukum bukanlah masalah sederhana, melainkan merupakan rangkaian tindakan guna pembebasan masyarakat dari belenggu struktur politik, ekonomi, dan sosial  yang sarat dengan penindasan.

Todung Mulya Lubis menegaskan bahwa bantuan hukum tidak bisa menghindarkan diri dari tujuan menata kembali masyarakat dari kepincangan struktural yang tajam dengan menciptakan pusat-pusat kekuatan (power resources) dan sekaligus berarti mengadakan redistribusi kekuasaan untuk melaksanakan partisipasi dari bawah. Secara lebih jelas todung Mulya Lubis mengatakan yang penting yang harus diingat disini adalah agar kepada rakyat miskin mayoritas yang berada di pinggiran harus dikembalikan hak-hak dasar mereka akan sumber-sumber daya politik, ekonomi, teknologi, informasi dan sebagainya agar mereka bisa menentukan masyarakat bagaimana yang mereka kehendaki.

Bantuan hukum (UU Advokat). Pasal 1 angka 9 UU Advokat menyatakan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara cuma-cuma kepada klien yang tidak mampu. UU Bantuan Hukum memberikan pengertian bantuan hukum berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Bantuan Hukum, yaitu bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Penerima Bantuan Hukum berdasarkan UU Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin, dan pengertian Pemberi Bantuan Hukum adalah  lembaga  bantuan  hukum atau  organisasi  kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang ini.

Pemberian bantuan hukum berdasarkan UU Bantuan Hukum diselenggarakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dan dilaksanakan oleh pemberi bantuan hukum. UU Bantuan Hukum memperluas pihak yang dapat memberikan bantuan hukum. Sebelum lahirnya UU Bantuan Hukum, yang  dapat memberikan bantuan hukum adalah seorang advokat berdasarkan UU advokat. Dengan adanya UU Bantuan Hukum, pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum yang memenuhi persyaratan: berbadan hukum, terakreditasi berdasarkan UU Bantuan Hukum, memiliki kantor atau sekretariat yang tetap, memiliki pengurus; dan memiliki program bantuan hukum.

Ruang lingkup bantuan hukum. UU Bantuan hukum Pasal 4 menyebutkan: (1) bantuan hukum diberikan kepada penerima bantuan hukum yang menghadapi masalah hukum. (2) bantuan hukum dimaksud meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi. (3) bantuan hukum meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum.

Selanjutnya pada pasal Pasal 5 (1) Penerima Bantuan  Hukum  meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. (2) Hak dasar dimaksud meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

Pada pasal 15 ayat (1) UU Bantuan Hukum mengamanahkan Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemberian Bantuan Hukum diatur dengan Peraturan Pemerintah, yakni PP Nomor 42 Tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum.

 Adapun beberapa hal teknis yang diatur dalam PP tesebut diantaranya:

a.  Pemberian Bantuan Hukum secara Litigasi dilakukan oleh Advokat yang berstatus sebagai pengurus Pemberi Bantuan Hukum (PBH) dan/atau Advokat yang direkrut oleh PBH. Pemberi bantuan hukum dapat merekrut paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dan dalam melakukan pemberian Bantuan Hukum, harus melampirkan bukti tertulis pendampingan dari Advokat;

b.  Pemberian bantuan hukum oleh Advokat, tidak menghapuskan kewajiban Advokat tersebut untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma;

c.  Pemberian bantuan hukum secara litigasi dilakukan dengan cara pendampingan  dan/atau menjalankan kuasa dimulai dari tingkat penyidikan, dan penuntutan dan dalam proses pemeriksaan di persidangan; atau terhadap  Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara.

a.  Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi dapat dilakukan oleh Advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum dalam lingkup Pemberi Bantuan Hukum yang telah lulus Verifikasi dan Akreditasi. Pemberian Bantuan Hukum secara Nonlitigasi meliputi kegiatan:

1.  penyuluhan hukum;

2.  konsultasi hukum;

3.  investigasi perkara, baik secara elektronik maupun nonelektronik;

4.  penelitian hukum;

5.  mediasi;

6.  negosiasi;

7.  pemberdayaan masyarakat;

8.  pendampingan di luar pengadilan; dan/atau

9.  drafting dokumen hukum.

e. Pemberian Bantuan Hukum harus memenuhi Standar Bantuan Hukum yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

 

Model-model Bantuan Hukum. Menurut konsep Schuyt, Groenendijk, dan Sloot, yang membedakan lima jenis bantuan hukum:

    a. Preventif, yaitu pemberian keterangan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat.
b. Diagnostik, yaitu pemberian nasihat hukum atau dikenal dengan konsultasi hukum;
c. Pengendalian  konflik,  yaitu  mengatasi  secara  aktif masalah hukum konkret yang    terjadi di masyarakat;
d. Pembentukan hukum, yaitu untuk memancing yurisprudensi yang lebih tegas, tepat, jelas, dan benar;
e. Pembaruan hukum, yaitu untuk mengadakan pembaruan hukum, baik melalui hakim maupun melalui pembentuk undang-undang (dalam arti materiil).

3. Peran Advokat dalam memberi bantuan hukum kepada masyarakat kurang mampu

Dalam kedudukannya sebagai suatu profesi yang mulia, pemberian bantuan hukum merupakan kewajiban yang melekat secara hukum kepada setiap advokat. Dengan  kehadiran  advokat  dapat  dicegah  perlakuan  tidak  adil  oleh  polisi, jaksa, atau hakim dalam proses interogasi, investigasi, pemeriksaan, penahanan, peradilan, dan hukuman. Sering tersangka atau terdakwa diperlakukan tidak adil dan malahan ada yang disiksa dan direndahkan martabatnya sebagai manusia. Kurangnya penghargaan terhadap hak hidup (right to life), hak milik (right to property), dan kemerdekaan (right to liberty) dan hukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. Dalam menerapkan due process  of law, para penegak hukum dan keadilan harus menganggap seorang tersangka atau terdakwa tidak bersalah (presumption of innocence) sejak pertama kali ditangkap dan kehadiran seorang advokat sejak ditangkap sampai interogasi dan peradilan mutlak harus dijamin.

Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.

Dalam UU Advokad bab VI disebutkan mengenai Bantuan hukum cuma-cuma terhadap masyarakat kurang mampu tepatnya pasal 22 (1) Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, yaitu PP Nomor 83 tahun 2008.

Mekanisme bantuan hukum oleh Advokat (PP No. 83 tahun 2008)

a.  Advokat harus memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bantuan hukum yang dilakukan dengan pembayaran honorarium.

b.  Pemberian Bantuan Hukum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik Advokat, dan peraturan Organisasi Advokat serta dilaporkan kepada Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum.

c.  Advokat dilarang menolak permohonan bantuan hukum secara cuma-cuma dan dalam hal terjadi penolakan, pemohon dapat mengajukan keberatan kepada Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum yang bersangkutan.

d.  Advokat dilarang menerima atau meminta pemberian dalam bentuk apapun dari Pencari Keadilan.

c.  Advokat yang melanggar (c dan d) dijatuhi sanksi oleh Organisasi Advokat. Sanksi dapat berupa: (1) teguran lisan; (2) teguran tertulis; (3) pemberhentian sementara dari profesinya selama 3  (tiga)  sampai  dengan  12  (dua  belas)  bulan berturut-turut; atau (4) pemberhentian tetap dari profesinya. Advokat dikenai tindakan, diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Organisasi Advokat.

Kode etik Advokat. Kewajiban advokat untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma diatur juga dalam Kode Etik advokat Indonesia yang disahkan pada 23 Mei 2002. Pasal 7 huruf h menyatakan: Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (pro deo) bagi orang yang tidak mampu.

Kode Etik advokat Indonesia menyatakan advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.

4.  Kesimpulan

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri. Peran khusus Advokat adalah legal advise, legal service, legal consultant, legal opinion dan legal drafting. Advokat memiliki hak dan kewajiban yang diatur dalam UU (honorarium, bantuan hukum cuma-cuma, advokat asing, atribut, kode etik dan dewan kehormatan advokat). Organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri untuk meningkatkan kualitas profesi advokat. Setiap Advokat diperkenankan beracara di pengadilan tanpa melihat latar belakang organisasinya.

Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan secara cuma-cuma kepada orang atau kelompok orang miskin. Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum (LBH) atau organisasi kemasyarakatan. Bantuan hukum diberikan kepada yang menghadapi masalah hukum, meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi dalam hal menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain. Model-model Bantuan hukum adalah preventif, diagnostik, pengendalian  konflik, pembentukan hukum dan pembaruan hukum.

Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Kode Etik Advokat menyatakan advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik dan kedudukan sosialnya. Dengan  kehadiran  advokat dapat dicegah perlakuan tidak adil oleh polisi, jaksa, atau hakim dalam proses interogasi, investigasi, pemeriksaan, penahanan, peradilan, dan hukuman.

*Mahasiswa Pascasarjana IAIN Lhokseumawe Prodi Hukum Keluarga Islam tahun 2019 dan Advokat Magang di Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Aceh Utara.

-----------------------------------------------

DAFTAR PUSTAKA

Buku

  • Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum Suatu Hak Asasi Manusia Bukan Belas Kasihan, Jakarta; Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
  • Perhimpunan Advokad Indonesia, Kitab Advokat Indonesia, Bandung: Peradi, 2007.
  • Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet I, Jakarta, Prenada Media, 2005.
  • Sukris Sarmadi, Advokat (Litigasi dan Non Litigasi Pengadilan) Menjadi Advokad Masa Kini, Cet I, Bandung; Mandar Jaya, 2009.

 

Peraturan Perundang-undangan

  • Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
  • Undang-undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 83 tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum.
  • Surat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 73/KMA/HK.01/IX/2015, perihal Penyumpahan Advokat.
  • Kode Etik Advokat Indonesia Tahun 2002.

Jurnal

  • Monika Suhayati, “Pemberian Bantuan Hukum cuma-cuma oleh Advokat berdasarkan Undang-undang no. 18 Tahun 2003 tentang  Advokat”, Jurnal Negara Hukum, Vol. 3, No. 2, Desember 2012.